Seringkali
pasien mendatangi klinik untuk mendapatkan pertolongan karena merasa
lemah dan kenyataannya memang lemas dan merasa tak bertenaga untuk itu
dokter atau tenaga medis lainnya melakukan pengukuran kekuatan otot
secara tradisional artinya mengukur kekuatan otot pasien dengan memakai skala klasik 0,1,2,3,4,5. antara lain;
Skala 0.
artinya otot tak mampu
bergerak, misalnya jika tapak tangan dan jari mempunyai skala 0 berarti
tapak tangan dan jari tetap aja ditempat walau sudah diperintahkan
untuk bergerak.
Skala 1.
jika otot ditekan masih terasa ada kontraksi atau kekenyalan ini berarti otot masih belum atrofi atau belum layu.
Skala 2,
dapat
mengerakkan otot atau bagian yang lemah sesuai perintah misalnya tapak
tangan disuruh telungkup atau lurus bengkok tapi jika ditahan sedikit
saja sudah tak mampu bergerak
Skala 3,
dapat menggerakkan otot dengan tahanan minimal misalnya dapat menggerakkan tapak tangan dan jari
Skala4,
Dapat bergerak dan dapat melawan hambatan yang ringan.
Skala 5,
bebeas bergerak dan dapat melawan tahanan yang setimpal
Skala diatas pada umumnya dipakai untuk memeriksa penderita
yang mengalami kelumpuhan selain mendiagnosa status kelumpuhan juga
dipakai untuk melihat apakah ada kemajuan yang diperoleh selama
menjalani perawatan atau sebaliknya apakah terjadi perburukan pada
seseorang penderita.
Menjabat tangan pasien dapat juga di gunakan untuk mengukur kekuatan ototnya, dengan cara mengajak berjabat tangan dan
menganjurkan pasien untuk mengerahkan tenaga memencet jari-jari kita.
Kalau lemah akan terasa tangan pasien tak mampu meremas kuat tangan
kita. Kesulitannya adalah kalau pasien cewek yang tak pernah menggunakan
tenaga otot jari tangan, remasannya terasa kurang kuat walaupun sudah
dipaksakan untuk itu dapat diperiksa lebih jauh dengan hati-hati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar